PENDIDIKAN MORAL DI
KALANGAN REMAJA DAN PENGARUH GLOBALISASI
A.
Moral
1.
Pengertian
Moral
Istilah moral kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang
sama artinya dengan etika. Moral berasal dari bahasa latin, yaitu kata mos (adat istiadat, kebiasaan, cara,
tingkah laku, kelakuan), mores (adat
istiadat, kelakuan , tabiat, watak, akhlak, cara hidup) (Lorens Bagus, 1996:672).
Secara etimologi kata moral sama dengan etika
karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Jadi,
moral yaitu nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Selanjutnya, istilah moral lebih sering dipergunakan untuk
menunjukkan kode etik, tingkahlaku, adat, atau kebiasaandari individu atau
sekelompok, seperti apabila seseorang membicarakan tentang moral orang lain.
Disini moral sama artinya dengan kata dalam bahasa Yunani ethos dan kata lain mores (Runes;1977:202). Moral adalah hal yang mendorong
manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Moral
dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-tidaknya atau baik-tidaknya
tindakan manusia.
Helden (1977) dan Richards (1971) merumuskan pengertian
moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan
dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan
aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas
merupakan pandangan tentang baik buruk, benar salah, apa yang dapat dan tidak
dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam
suatu masyarakat berkenan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia.
2. Tujuan
Pendidikan Moral
Kohlberg (1971)
menekankan tujuan pendidikan moral adalah merangsang perkembangan tingkat
pertimbangan moral siswa. Kematangan pertimbangan moral jangan diukur dengan
standar regional, tetapi hendaknya diukur dengan pertimbangan moral yang
benar-benar menjunjung nilai kemanusiaan yang bersifat universal, berlandaskan
prisip keadilan, persamaan, dan saling terima (Bergling, 1985).
Untuk tercapainya tujuan pendidikan moral tersebut, Kohlberg
menegaskan, konsep pengembangan pembelajaran yang lebih sesuai adalah melalui imposisi,
tidak menyatakan secara langsung sistem nilai yang konkret. Oleh karena itu,
dianjurkan agar para pendidik di sekolah harus meningkatkan pemahamannya
mengenai hakikat pengembangan moral serta memahami metode-metode komunikasi
moral. Frankena (1971) menyatakan, tugas pendidikan moral adalah
menyampaikan dan mempertahankan moral sosial, meningkatkan moralitas manusia,
menjadi agen pengembang yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir moral secara
maksimal. Lebih khusus Maritain (dalam Frankena, 1971) menegaskan bahwa tujuan
pendidikan moral adalah terbentuknya kejujuran dan kebebasan mental spiritual.
3.
Pentingnya Pendidikan Moral dalam
Tujuan Penddikan di Indonesia dan Pendidikan Moral Indonesia
Dewey (dalam Kohlberg, 1997) menyatakan bahwa pada dasarnya
tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan intelektual dan moral.
Prinsip-prinsip psikologi dan etika dapat membantu sekolah untuk meningkatkan
seluruh tugas pendidikan dalam membangun kepribadian siswa yang kuat.
Kirschenbaum menegaskan bahwa untuk mengembangkan moral siswa, tujuan akhir
dari studi IPS diarahkan untuk tercapainya tujuan pendidikan moral (dalam Noll,
1980). Untuk sampai kepada tujuan tersebut, Dewey mengemukakan bahwa proses dan
tujuan akhir studi-studi social harus bermuara pada terwujudnya moral dalam mengembangkan
kepribadian manusia (dalam Kohlberg, 1977). Dengan demikian, berbicara mengenai
pendidikan , apapun dan bagaimanapun tidak dapat menghindari tugas pengembangan
moral dan etika.
Pasal 1 ayat(1) UU No.20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dengan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara. Selanjutnya Pasal 3 menegasakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Jika dibandingkan dengan konsep dan tujuan pendidikan
nasional sebagaimana yang terdapat didalam UU No.20 tahun 2003 dengan
konsep dan tujuan sebagaimana dikemukakan Dewey (dalam Kohlberg, 1977) maka
konsep dengan tujuan Pendidikan Nasional Indonesia jauh lebih sempurna dari
sekedar kemampuan intelektual dan moral sebagaimana yang dikehendaki oleh Dewey
ini sudah tercakup d idalam nilai kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak
mulia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Negara kita merupakan Negara
yang mengakui pentingnya moralitas dan terselenggaranya pendidikan yang
bermoral di sekolah maupun di lingkungan masyarakat luas, yakni di rumah (
lingkungan keluarga), di tempat-tempat ibadah seperti majelis taqlim di masjid,
bahkan melalui televisi yang di siarkan secara bebas dan menjangkau masyarakat
luas.
Goods (1945) menegaskan Negara yang mengakui agama dan
sekolah agama, maka pendidikan moral di sekolah diajarkan melalui pendidikan
agama atau sekolah sekolah agama, sedangkan Negara yang tidak mengakui
agamapendidikan moral diajarkan pendidikan kewarganegaraan atau civics. Jika berpedoman pada konsep ini,
dapat dikatakan bahwa Negara Indonesia
merupakan Negara yang memberikan perhatian cukup besar dalam pembinaan moral.
Hal ini dikarenakan, selain sekolah mengajarkan Pendidikan Agama juga sekaligus
memberikan pendidikan moral melalui bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), IPS, Bahasa Indonesia diseluruah
jenjang sekolah (dasar, menengah, dan perguruan tinggi).
Berdasarkan hal tersebut, Ardhana (1985) menyatakan bahwa Negara Indonesia
merupakan suatu Negara yang menaruh perhatian besar pada masalah pendidikan
moral. Kurikulum sekolah mulai dari tingkat yang paling rendah hingga paling
tinggi, mengalokasikan waktu yang cukup banyak bagi bidang studi yang potensial
untuk pembinaan moral, antara lain Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu pengetahuan sosial. Demikan juga
pembinaan moral yang dilakukan oleh masyarakat, baik melalui pemanfaatan
kehidupan beragama, pengajian, penghapusan tempat maksiat seperti perjudian dan
tempat prostitusi, secara terus menerus dilakukan oleh pemerintah. Namun,
tampaknya segala usaha dan langkah yang positif tersebut masih uga belum mampu
mengatasi tindak amoral.
B.
Pengaruh
Globalisasi Terhadap Perkembangan Moral Remaja di Indonesia
Arus globalisasi begitu
cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan remaja. Faktor pendukung
utama arus globalisasi adalah teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan
teknologi dewasa ini begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai
bentuk dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh
karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Akibat
globalisasi tentunya membawa pengaruh terhadap suatu negara termasuk Indonesia,
khususnya terhadap perkembangan moral remaja.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda begitu kuat. Pengaruh
globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian
diri sebagai bangsa Indonesia. Pengaruh negatif globalisasi yang berkaitan
dengan perkembangan moral remaja antara lain dalam bidang
budaya dan sosial, banyak dikalangan remaja telah hilang nilai-nilai
nasionalisme bangsa kita, misalnya sudah tidak kenal sopan santun, cara
berpakaian, dan gaya hidup mereka cenderung meniru budaya barat. Yang lebih
memprihatinkan adalah pergaulan bebas antar remaja. Munculnya sikap
individualisme, kurang peduli terhadap orang lain sehingga sikap gotong royong
semakin luntur. Dan berikut ini akan di bahas mangenai kenakalan remaja sebagai
dampak negatif dari globalisasi tersebut.
1.
Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja ialah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan
oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan
menyalahi norma-norma agama.
Paham kenakalan remaja dalam arti luas, meliputi
perbuatan-perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum
tertulis, baik yang terdapat dalam KUHP (pidana umum) maupun perundang-undangan
di luar KUHP (pidana khusus). Dapat pula terjadi perbuatan anakremaja tersebut
bersifat anti sosial yang menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan
tetapi tidak tergolong delik pidana umum maupun pidana khusus. Adapula
perbuatan anak remaja yang bersifat anti susila, yakni durhaka kepada kedua
orangtua, sesaudara saling bermusuhan. Di samping itu dapat dikatakan kenakalan
remaja, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama yang
dianutnya.
2.
Faktor-faktor
Penyebab Kenakalan Remaja
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinyakenakalan remaja adalah sebagai berikut :
a. Keluarga
Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama anak yang belum sekolah. Oleh karena itu, keluarga memilikiperanan yang penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif pada perkembangan anak. Adapun keadan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home), keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan.
Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama anak yang belum sekolah. Oleh karena itu, keluarga memilikiperanan yang penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif pada perkembangan anak. Adapun keadan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home), keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan.
b. Pendidikan
Formal (Sekolah)
Dalam konteks ini
sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi
anak remaja. Selama mereka menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi
interaksi antara remaja dengan sesamanya, juga interaksi antara remaja dengan
pendidik. Interaksi yang mereka lakukan di sekolah seringkali menimbulkan
akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental sehingga anak remaja
menjadi nakal.
c. Masyarakat
dan Lingkungan Masyarakat
Anak remaja sebagai
anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan
lingkungannya baik secaralangsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan
adalah akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa
yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dalam perekonomian,
pengangguran dan fasilitas rekreasi.
3.
Langkah-langkah
Yang Dapat Dilakukan Untuk Menaggulangi Kenakalan Remaja
Memang sulit untuk menemukan cara yang terbaik di dalam
menanggulangi kenakalan remaja, akan tetapi masyarakat, perseorangan bahkan
pemerintah sekalipun melakukan langkah-langkah yang paling memadai di dalam
melakukan preverensi. Lankah-langkah tersebut terutama dapat dilakukan pemerintah
untuk memperbaikikehidupan warga masyarakat, agar di bidang sosial ekonomi
mengalami peningkatan.
Menurut Drs. Bimo Walgito, upaya lain dapat dilakukan dengan
mengadakan penyensoran film-film yang lebih menitikberatkan pada segi
pendidikan, mengadakan ceramah melalui radio, televisi ataupun melalui media
yang lain mengenai soal-soal pendidikan pada umumnya. Mengadakan pengawasan
terhadap peredaran buku-buku komik, majalah-majalah, pemasangan-pemasangan
iklan dan sebagainya.
Di sini masyarakat pun ikut terlibat di dalam kenakalan yang
dilakukan remaja, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam
menaggulangi hal tersebut dapat berupa :
1. Memberi
nasihat secara langsung kepada anak yang bersangkutan agar anak tersebut
meninggalkan kegiatannya yang tidak sesuai dengan seperangkat norma yang
berlaku, yakni norma hukum, sosial, susila dan agama.
2. Membicarakan
dengan orangtua/wali anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluarnya untuk
menyadarkan anak tersebut.
3. Langkah
yang terakhir, masyarakat harus berani melaporkan kepada ppejabat yang
berwenang tentang adanya perbuatan kenakalan/kejahatan sehingga segera
dilakukan langkah-langkah prevensi secara menyeluruh.
Selain dari pada
hal-hal tersebut sekolah pun memiliki peranan dalam menaggulangi kenakalan
remaja yakni dengan memberikan pendidikan moral (telah di sebutkan pada bagianmelalui
bidang studi Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargganegaraan, Ilmu Pengetahuan
Sosial dan Bahasa Indonesia di seluruh jenjang sekolah (pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan perguruan tinggi).
Untuk materi lebih lengkap silahkan download: